Dia tidak tahu persis seberapa besar kemungkinan perokok terkena penyakit tersebut
dibanding yang tidak merokok, karena belum pernah meneliti intensif. Namun, Fachry
meyakini sepenuhnya bahwa perokok memiliki risiko terkena lebih tinggi. Mungkin
bisa dua kali lipat, katanya.
Dia lalu menyodorkan data Puslitbang Gizi Depkes. Dalam data tersebut disebutkan
bahwa 27,7% penduduk Sumatra Selatan terkena osteoporosis, berikutnya Jawa Tengah
(24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), dan
Kalimantan Timur (10,5%).
"Selidik punya selidik, daerah-daerah tersebut adalah daerah dengan kultur masyarakat
merokok yang kuat. Lihat saja di Yogyakarta dan Jawa Timur. Dari kota hingga
pedesaan, laki-lakinya hampir semuanya merokok," ujarnya.
Atas dasar itu, dokter di RS Advent Bandung tersebut menilai secara keseluruhan bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang rawan terkena osteoporosis, karena menurut
pengamatannya, lebih dari separuh penduduk menghisap rokok. Dia bahkan
mengatakan, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dari data
terakhir Depkes, yang mematok angka 19,7% dari seluruh penduduk dengan alasan
perokok di negeri ini urutan ke-2 dunia setelah China.
Fachry menambahkan, saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak
akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati
umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada
umur tersebut sudah berhenti. Jadi, apabila tulang Anda lebih mudah ngilu, letih, dan
sakit dibanding periode sebelumnya, bisa jadi tubuh anda tengah dimasuki gejala awal
penyakit yang telah menimpa lebih 200 juta penduduk dunia tersebut.
2
Selain itu, perokok dalam jumlah kecil memang akan lebih kecil terkena dan yang
menghisap banyak akan lebih mudah disergap penyakit silent disease itu. Namun,
jangan pernah punya pikiran osteoporosis tidak akan menimpa seseorang yang merokok
sebatang sehari.
"Itu asumsi yang salah. Sama salahnya dengan asumsi merokok tidak apa-apa asal
diimbangi olahraga yang cukup. Mau satu gram sekalipun, nikotin tetaplah nikotin.
Membahayakan kesehatan seseorang," ujarnya.
Menurut dia, asumsi yang salah di masyarakat juga ada pada mitos suplemen asupan
kalsium tinggi yang diklaim bisa mengatasi osteoporosis. Imbas gaya hidup serba instan
dan terbujuk bahasa iklan, paparnya, membuat masyarakat kini beranggapan
osteoporosis pada perokok bisa teratasi dengan meminum rutin tablet efferfescent atau
susu yang kaya kalsium.
Padahal, suplemen tersebut tak ubahnya dengan aksesoris mobil yang tanpanya mobil
masih tetap bisa berjalan. Dia menegaskan suplemen hanyalah obat tambahan yang
komplementatif dan tidak bisa dijadikan solusi efektif mengatasi ancaman penyakit
keropos tulang tersebut. Lantas, bagaimana mengatasi osteoporosis bagi perokok?
Fachry menjawab singkat: Berhenti total! Tidak merokok sama sekali, menurut dia
adalah asumsi paling benar dalam melawan penyakit tersebut. Berhenti merokok, selain
membuat estrogen dalam tubuh seseorang tetap beraktivitas juga mengeliminasi risiko
kehilangan sel pembentuk tulang selama hidup yang mencakup 20%-30% pada pria dan
40%-50% pada wanita.
Sebagai orang yang pernah kecanduan merokok, dia sadar berhenti merokok tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Namun, dia menggarisbawahi tentang dua hal
penting yang harus diingat perokok yang ingin berhenti, yaitu terus mengingat efek
negatif rokok serta memperteguh niat hidup sehat sebagaimana dianjurkan agama.
3
Selain berhenti merokok, dokter Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Dicky Mulyadi,
menyarankan agar masyarakat rajin bergerak, mengonsumi makanan bergizi dalam
takaran seimbang, rutin berolahraga, serta membiasakan terkena sinar matahari pagi dan
sore.
Khusus olahraga, bagi yang masih mampu, sangat dianjurkan melakukan olahraga jenis
contact sports seperti sepakbola, basket, voli, dan sebagainya. Bila fisik dirasa tidak
mampu lagi, maka lakukan olahraga berenang, jalan pagi, dan senam ringan. Sementara
untuk konsumsi makanan bergizi, dianjurkan memakan kalsium yang terkandung dalam
produk susu, buah-buahan, sayuran, telur, belut, dan ikan.
Komentar